Hacker atau Peretas
seringkali menjadi momok paling
menakutkan bagi mereka pengguna Internet. Keberadaan
mereka bisa mengganggu namun di sisi lain, kemampuan mereka juga patut
diacungkan jempol. Entah atas
nama harga diri, keyakinan, kepentingan pribadi, atau hanya sekedar iseng, banyak
situs ternama dunia menjadi korban para peretas, tak terkecuali mesin pencari
Google, Yahoo!, bahkan pusat data intelijen Amerika Serikat, Pentagon.
Para pembobol jaringan keamanan komputer
berbasis Internet ini rata-rata memperoleh kemampuannya secara otodidak. Mereka
rela menghabiskan waktu berjam-jam demi memecahkan kode program komputer. Dari
tujuh miliar populasi warga dunia, dua persen tercatat sebagai peretas mulai
dari kelas kakap hingga teri. Secara umur beragam, namun hampir sebagian besar
lelaki. Jarang sekali perempuan berada di jajaran peretas yang diperhitungkan,
seperti dilansir situs mashable.com (Oktober, 2012).
Bagaimana tidak, perempuan yang
minat pada bidang komputer jumlahnya berbanding
terbalik dengan lelaki. Malah di negara macam Amerika Serikat hanya 14 persen
yang mendapat predikat sarjana komputer dan bidang teknik. Ini membuat banyak
pihak meradang dan melatih kemampuan para kaum hawa agar mempunyai kebisaan
sejajar dengan peretas lelaki.
Tahun lalu berdiri sebuah program
menarik bernama Girls Who Code. Program itu dirilis demi mengimbangi
ketimpangan jumlah perempuan peminat di bidang komputer. Dari namanya tentu
bisa menebak jika ini memang dibuat khusus perempuan. Girls Who Code memaktub
pendidikan dan menginspirasi gadis-gadis usia 13-17 tahun untuk mencintai dan
belajar lebih dalam tentang program komputer.
Girls Who Code memang masih berusia
sebiji jagung namun telah mendapat dukungan dari perusahaan besar seperti
jejaring sosial Twitter, Google, eBay, dan General Electric. Pendiri program
Reshma Saujani mempunyai tujuan menyetarakan kemampuan perempuan muda agar
mampu bersaing dengan lelaki di bidang komputer. Saujani awalnya bekerja di
sebuah kantor swasta di Amerika melihat kesenjangan besar bidang teknologi yang
banyak diisi kaum adam. "Saya merasa perlu mengajarkan setiap perempuan
untuk mengerti ilmu komputer di luar ajaran sekolah mereka," ujar Saujani.
Program ini mengajarkan perempyan untuk
mendesain sebuah situs, ilmu robotic, pengembangan aplikasi, ilmu komputer,
termasuk bagaimana menjadi peretas dalam artian positif, yakni jika terjadi
kesalahan dalam memasukkan program. Setiap siswi akan dipertemukan dengan
mentor yang tersedia sepanjang tahun. Mereka bakal diajak berkunjung ke
perusahaan tersohor seperti jejaring sosial Facebook, Twitter dan Google.
Bahkan akan mendapat kuliah langsung dari para penemu teknologi, seperti
pendiri Twitter Dick Costolo, pendiri Alexis Maybank, Gilt Groupe , dan
Richelle Parham, pimpinan marketing eBay.
Saujani juga bekerjasama dengan sejumlah
guru dan profesor untuk menyusun kurikulum dalam rangka menyiapkan para siswi
menciptakan aplikasi situs dan mobile content. Bila kemampuan mereka sudah jauh
lebih baik, bukan tidak mungkin mereka dapat menjadi peretas yang akan
memblokir usaha pembobol jaringan komputer yang merugikan.
Selain Girls Who Code, berbagai situs
juga menawarkan pendidikan untuk menjadi peretas, salah satunya
hackerschool.com. Tak seperti Girls Who Code, pendiri situs berbasis di Kota
New york ini mengajarkan ilmu mereka miliki secara sembunyi dan hanya bagi
orang-orang berminat saja. Mereka juga selektif memilih calon murid. Sebelumnya
mereka akan mencari data lengkap mengenai calon muridnya dan jika memenuhi
syarat langsung diterima.
Semoga ulasan tentang Hacker
atau Peretas ini yang kami share dari Merdeka.com bisa menambah pengetahuan
anda.