Republika.co.id |
1. Berupaya saling mengenal dan
memahami
Perbedaan lingkungan dan
kondisi tempat suami atau istri tumbuh sangat berpengaruh dalam pembentukan
ragam selera, perilaku, dan sikap yang berlainan pada setiap pihak dari yang
lain. Hal itu merupakan kewajiban setiap pasutri untuk memahami keadaan ini dan
berusaha mengetahui serta mengenal pihak lain yang menjadi pasangan hidupnya.
Mereka juga harus mengetahui semua hal yang berkaitan dengan situasi kehidupan
yang mempengaruhi, sehingga dapat maju ke depan dan mewujudkan keharmonisan.
2. Perasaan timbal-balik
Suami dan istri adalah partner
dalam satu kehidupan yang direkatkan dalam tali pernikahan; satu ikatan suci
yang mempertemukan keduanya. Tak pelak lagi, keduanya harus berbagi suka-duka;
membagi kesedihan dan kegembiraan bersama. Keduanya saling berkelindan untuk
menyongsong satu cita-cita luhur yaitu mewujudkan tatanan kehidupan berdasarkan
aturan Allah dan Rasul-Nya. Untuk memupuk kasih sayang di masing-masing pihak,
suami membutuhkan cinta istri, dan istri pun membutuhkan cinta suami.
3. Setiap pihak harus hormat
Ketika suami atau istri
memasuki rumahnya, maka dia layak mendapatkan penghormatan dan apresiasi dari
pasangannya. Hal itu bertujuan untuk menjaga harkat dan mengangkat prestise
pasutri, sehingga masing-masing merasa nyaman untuk membangun rumah tangga
harmonis. Dalam hal ini, sudah menjadi kewajiban pasutri untuk mencari
poin-poin positif yang dimiliki masing-masing untuk digunakan sebagai penopang
sikap saling menghormati.
4. Berusaha menyenangkan
pasangannya
Dalam kehidupan keluarga,
bahkan dalam kehidupan sosial secara general, jika seseorang berusaha
mengedepankan dan mengutamakan orang lain dari dirinya sendiri, maka berarti
dia telah menanam benih-benih cinta dan kedekatan kepada semua orang di
sekelilingnya.
Dengan demikian, setiap pasutri
disarankan untuk senantiasa menyenangkan pasangannya, dan mendahulukan serta
mengutamakannya dari dirinya sendiri, demi memperkukuh ikatan cinta kasih di
antara keduanya. Pasalnya, ketika suami melihat istri membaktikan diri untuk
menyenangkan dirinya, tentunya dia akan melakukan sesuatu yang bisa membuat
senang dan gembira hati istri. Hal itu dilakukannya untuk membalas kebaikan
istrinya, atau setidaknya sebagai pengakuan atas kebaikan tersebut.
5. Mengatasi persoalan bersama
Pernikahan merupakan bentuk
relasi partnership dan partisipasi. Partnership yang berdiri di atas landasan
kesamaan tujuan, cita-cita, sikap, intuisi dan perasaan, serta kolaborasi dan
solidaritas dalam memecahkan setiap persoalan. Setiap masalah yang timbul dalam
kehidupan suami-istri, maka masalah itu dilihat sebagai suatu kecemasan
kolektif.
Paradigma demikian memicu suami
agar berusaha bekerja keras dalam rangka memberikan kehidupan mulia bagi istri
dan anak-anaknya. Pun demikian, istri akan berusaha menjalankan urusan rumah
tangga sesuai prosedur yang disepakati bersama. Upaya yang dilakukan oleh suami
dan istri tersebut merupakan solusi untuk memecahkan masalah bersama. Pun
demikian, baik suami maupun istri tidak perlu menyembunyikan problemnya, bahkan
diperlukan kejujuran dan transparansi demi menumbuhkan benih-benih kepercayaan
dan saling pengertian, sehingga mudah menemukan solusi. Bisa jadi, permasalahan
memiliki dampak positif untuk meneguhkan ikatan suami-istri.
6. Sikap qana’ah
Di antara tanda keharmonisan
cinta pasutri adalah sikap merasa puas dengan yang ada (qana’ah); merasa puas
dengan prasarana hidup yang tersedia. Kelanjutan sikap manja, kebiasan hidup
serba ada, boros dan berfoya-foya pada masa kecil atau remaja termasuk salah
satu faktor yang memicu pertikaian pasutri. Sikap demikian berlawanan dengan
kedewasaan yang menuntut pandangan realistis tentang kehidupan. Hal-hal picisan
dan glamor yang digembar-gemborkan media publikasi sejatinya tidak akan
menciptakan kebahagiaan. Karena kebahagiaan sejati memancar dari hati dan jiwa
terdalam, bukan bertolak dari aspek-aspek materi yang justru memicu kesenjangan
dan konflik pasutri.
7. Sikap toleransi kedua belah
pihak
Sungguh sangat tidak logis jika setiap pihak
mengharapkan perilaku ideal permanen dari pasangannya dalam hubungan rumah
tangga, karena menurut tabiatnya, manusia kadang salah dan benar. Suami atau
istri kadang lupa dan khilaf sehingga kerap mengulangi kesalahan serta
kekeliruannya. Dia mungkin melakukan kesalahan karena ketidaktahuan, dan
mengulanginya tanpa disadarinya. Jika setiap pihak berkeinginan untuk
menghukum, menghakimi, atau membalas dendam untuk setiap kesalahan yang
dilakukan pasangannya, maka berarti dia merusak fondasi keharmonisan rumah
tangga.
Jika kita mencela segala hal,
maka kita tidak akan menemukan sesuatu yang tidak kita cela. Melakukan
kesalahan adalah hal lumrah yang hanya membutuhkan pelurusan, pengarah, dan
petunjuk, yang dibarengi dengan sikap penyesalan dan keinginan untuk berubah
lebih baik. Kesalahan tidak perlu diikuti dengan tekanan, cacian, dan
intimidasi, terutama jika kesalahan itu tidak berkaitan dengan norma-norma
keislaman. Yakinlah bahwa seseorang tidak akan kehabisan cara yang sesuai untuk
mengoreksi kesalahan dan penyimpangan pasangannya. Jalan terbaik dalam hal ini
adalah nasihat yang tenang dan membuat pasangannya merasa bahwa hal itu adalah
untuk kebaikan diri dan keluarganya.
8. Berterus-terang
Sikap terus terang, kejujuran,
dan keberanian adalah kunci kebahagiaan kehidupan rumah tangga yang tidak
mungkin nihil dari kesalahan. Dalam artian, jika Anda melakukan kesalahan, maka
yang harus Anda lakukan adalah bergegas meminta maaf, berani mengakuinya, dan
berjanji tidak akan mengulanginya lagi di kemudian hari. Sikap tersebut sama
sekali tidak berarti menistakan status dan harga diri Anda. Hal itu justru
mendorong pihak lain untuk menghormati, mempercayai, dan memaafkan Anda.
9. Kepedulian dan solidaritas
Bagian fragmen terindah
kehidupan rumah tangga adalah kepedulian dan solidaritas yang dilakoni suami
atau istri dalam menghadapi kesulitan dengan kesabaran dan perjuangan luar
biasa. Tatkala istri berdiri di samping suaminya, maka suami akan merasa kuat
dan penuh percaya diri, begitu juga sebaliknya. Ketika istri atau suami
merasakan bahwa pasangannya merasa kuat dan percaya diri, maka dia akan merasa
jiwanya diliputi kedamaian dan ketenteraman. Sisi ini pada kenyataannya
merupakan esensi pernikahan dan integrasi batin di antara kedua belah pihak.
10. Kearifan
Kearifan satu sama lain hingga
pada situasi yang paling suram membantu meletakkan fondasi kukuh keharmonisan.
Bisa jadi, dikarenakan sebuah kesalahan, suami atau istri memiliki kemampuan hebat
untuk mencelakai pasangannya, hanya saja kearifan mencegahnya melakukan hal
itu. Kearifan memperkokoh semangat kesepahaman di antara keduanya. Atau salah
satu pasutri mungkin merasa lebih berhak dalam hal tertentu, namun setelah
berpikir ulang tentang hal itu, dia tidak lagi keukeuh mempertahankan
pendapatnya yang bisa memicu friksi.
Ketika dia mundur dengan motif
kearifan, maka dia berarti melenyapkan aroma konflik dan perselisihan. Namun
jika sikap mau menang sendiri dan superioritas negatif menggantikan posisi
kearifan, maka kedamaian dan kemapanan kehidupan rumah tangga akan tercederai.
Jika demikian, tak heran jika masalah silih berganti menghampiri. Maka,
kearifan adalah benteng kokoh yang melindungi keluarga dari disharmonisasi.