Gowes-Gowes Den Haag


Ternyata goes-goes alias beraktivitas dengan bersepeda di Negara Belanda sudah menjadi kebiasaan. Berikut ulasannya yang kami kutip dari blognya Agan KETAWING.


Lidya Brons, seorang pekerja di Departemen Luar Negeri Belanda, tinggal di pinggiran Amsterdam dan berkantor di Den Hag. Setiap hari kerja, Lidya mengayuh sepeda dari rumah ke Stasiun Kereta yang ditempuh selama setengah jam bersepeda.

Ke Den Haag, Lidya menggunakan kereta yang ditempuh hampir sejam (tergantung kereta yang digunakan: cepat atau biasa). Saat pulang, dia kembali menggowes sepadanya dari stasiun ke rumahnya. Hal sama juga dilakukan sang suami yang bekerja di Amsterdam. Pulang-pergi gowes sepeda.

Jalan-jalan besar dan kecil di Den Haag dipenuhi pengguna sepeda. Dari pinggiran kota sampai pisat kota. Bagi pejalan kaki, pengemudi sepeda manjadi ‘arus lalu lintas’ yang harus diperhatikan seksama.



Tempat-tempat parkir dipenuhi barisan sepeda berbagai model, dari yang berharga murah sampai mahal sekalipun. Dari yang berwarna hitam sampai warna-warni. Dari model tua sampai yang paling modern, semua terlihat.

”Sebagian besar pegawai di kantor kami menggunakan sepeda,” kata Lidya, dalam sebuah obrolan pagi musim panas di sebuah warung kopi di Den Haag.

Sepeda, jelas Lidya, merupakan bagian tak terlepaskan dari kehidupan hampir seluruh masyarakat Belanda. Seperti kebanyakan di negara-negara Eropa lainnya, di Belanda, mulai dari anak-anak hingga orang tua memiliki sepeda di rumah-rumah mereka.

Penduduk Belanda saat ini sekitar 20 jutaan orang. Sensus pada 2007 jumlah penduduk Belanda ada sekitar 16,5 juta. Yang menarik, jumlah sepeda yang tersebar di seluruh Belanda yang dimiliki warganya mencapai 60 juta buah. Sebuah jumlah yang fantastis!

Ini, kata Lidya, tidak mengherankan. Dari rata-rata satu warga Belanda, ia menjelaskan, memiliki dua sampai tiga sepeda. Satu rumah, bisa punya lima sepeda, bahkan lebih. ”Saya saja punya empat sepeda. Dua punya suami, dua punya saya. Jumlah ini pasti bertambah jika kami punya anak,” Lidya menegaskan.

Lidya tidak berlebihan. Ketika melawati Stasiun Kereta Den Haag, hamparan ribuan sepeda memenuhi lahan parkir. Jika di Jakarta atau Hanoi lapangan parkir dipenuhi motor, maka tidak di Den Haag dan kota-kota lain di Belanda.


Di hampir setiap taman-taman kota den Haag, dijumpai parkir-parkir sepeda yang crowded. Di depan gerai McDonald di tengah kota Den Haag, parkir ratusan sepedan tertata rapih. Begitupun sepeda-sepeda yang diparkir di depan pusat perbelanjaan lainnya.

Selain trem yang hilir mudik begitu sibuknya mengangkut penumpang, sepeda adalah sehabat baik trem sehingga tidak kesepian di jalan-jalan Den Haag. ”Sepeda di sini seperti biri-biri di Australia. Jauh melebihi jumlah penduduknya,” kata Lidya.

Mereka yang bersepeda tidak hanya ‘orang-orang santai yang hobi jalan’. Tetapi juga orang-orang kantoran yang berjas dan berdasi.

Menurut Claudia Horst, seorang pegawai di satu hotel di Den Haag, cuaca yang dingin dan sejuk menjadi pemicu kuat mengapa orang-orang Den Haag begitu maniak bersepeda. Alasan lingkungan juga mendorong semua orang berbondong-bondong menggowes sepeda.

Den Haag ternyata bukan cuma ‘kota hukum’. Bersepedalah!